Friday 22 July 2011

untuk seseorang dari kenangan lama,

jangan pernah berpikir aku akan melupakan kita
tidak akan.
setidaknya kau sudah mewarnai hari-hariku selama 4 tahun hampir 5
dan itu tidak akan mudah tanpa kamu
setidaknya aku pernah merasa senang, tersakiti, menangis, bahagia saat kita bersama
ya, aku masih ingat benar ketika aku sakit, ketika opa sakit, hanya kamu yang ada..hanya kamu
ketika aku dicacimaki bu yulia...hahahahaha..
ketika aku tampil di panggung itu, hanya ada kamu.
ketika smuanya susah. hanya ada kamu.
aku tidak pernah berharap untuk berpisah dari kamu, tapi menurutku itulah hal yang paling benar.
kamu bisa mencari orang lain yang mungkin bisa mencintai kamu lebih dari aku.
lebih sabar dari aku.

cuma aku minta satu dari kamu.
jangan jauhi kami, teman-temanmu..
apa aku yang salah jika kamu tidak mau jadi salah satu dari kami lagi?

za, kami masih orang yang dulu, hanya karena aku kah kamu berubah?
ingat, teman selalu ada. kalau kamu butuh..kamu ingin cerita..kita selalu ada..
kalaupun kita tidak ada, aku ada.

Friday 8 July 2011

kau hanya diam

“Aku mencintaimu,” kataku. Tidak ada jawaban. Kau hanya diam.

Mungkinkah kau marah padaku? Biasanya kau langsung menjawab, mengatakan
“Aku juga” atau kadang “Aku mencintaimu lebih.” Tapi kini kau diam.

Aku pun berusaha lagi memancingmu mengatakan sesuatu. “Aku membawakanmu bunga. Bunga kesukaanmu, lily,” kataku lagi sambil menatapmu. Tetap tidak ada jawaban apapun dari mulutmu. Apa salahku?

“Nak, sudah. Pacarmu sudah pergi. Relakanlah. Sekarang petinya harus ditutup. Biarkanlah ia beristirahat dengan tenang.”

Thursday 7 July 2011

hitam

Aku diam. Sedangkan ia, ia hanya memandangku tanpa tahu harus berkata apa. Sejenak, hanya rintik hujan yang kudengar.
“Hujan di luar,” kataku.

Perlahan ia berjalan menuju jendela kamar kami. Tiba-tiba ia menangis sambil memandangi hujan di sore itu.
Aku berkata lagi, “Sudahlah, ia sudah mati. Untuk apa kau tangisi lagi?”

Ia diam.
Lalu memandangku dengan tatapan tajam, “Ia mati karena dibunuh kau! Ayahnya sendiri. Lalu sekarang kau menyuruhku berhenti menangis?”

abu-abu

Kami berjalan bersama. Kedua tangan kami berhimpitan satu sama lain. Saat itu ingin sekali kuraih jari kelingkingnya yang meminta kugenggam. Tapi aku menarik keinginan itu.

“Hei! Sudah punya pacar baru?” kata seorang temannya sambil menunjuk ke arahku.
Aku berusaha menatap mukanya. Dia hanya tersenyum ke arah temannya itu tanpa berkata apapun.
Lalu ia menatapku dan melihat ke depan lagi. Kali ini, ia berjalan sebentar, dan berhenti. Ia berjalan ke arahku yang sempat terdiam.

Ia tersenyum, meraih tanganku, lalu berkata lagi, “Ya ini baru benar, Nak.”
Dan kami pun berjalan dalam diam. Ayah tidak mengatakan apapun.